1. Fiqh al-Muwazanah (fikih keseimbangan), yakni sebuah
metode yang dilakukan dalam mengambil keputusan
hukum, pada saat terjadinya pertentangan dilematis
antara maslahat dan mafsadat, atau antara kebaikan dan
keburukan. Menurutnya, sebuah kemudaratan kecil boleh
dilakukan untuk mendapatkan kemaslahatan yang lebih
besar, atau kerusakan temporer boleh dilakukan untuk
mempertahankan kemaslahatan yang kekal, bahkan
kerusakan besar pun dapat dipertahankan jika dengan
menghilangkannya akan menimbulkan kerusakan yang
lebih besar.
2. Fiqh Waqi’i (Fikih realitas), sebuah metode yang digunakan
untuk memahami realitas dan persoalan-persoalan yang
muncul di hadapan kita, sehingga kita dapat menerapkan
hukum sesuai tuntutan zaman.
3. Fiqh al-Aulawiyat (Fikih Prioritas), sebuah metode untuk
menyusun sebuah sistem dalam menilai sebuah pekerjaan,
mana yang seharusnya didahulukan atau diakhirkan. Salah
satunya adalah bagaimana mendahulukan ushul daripada
furu’, mendahulukan ikatan Islam dari ikatan lainnya, ilmu
pengetahuan sebelum beramal, kualitas daripada
kuantitas, agama daripada jiwa serta mendahulukan
tarbiyah sebelum berjihad.
4. Fiqh al-Maqashid al-Syari’ah, metode ini ditujukan
bagaimana memahami nash-nash syar’i yang juz’i dalam
konteks maqashid al-syari’ah dan mengikatkan sebuah
hukum dengan tujuan utama ditetapkannya hukum
tersebut, yaitu melindungi kemaslahatan bagi seluruh
manusia, baik dunia maupun akhirat.
5. Fiqh al-Taghyir (Fikih Perubahan), sebuah metode untuk
melakukan perubahan terhadap tatanan masyarakat yang
tidak Islami dan mendorong masyarakat untuk melakukan
perubahan.
Selain itu, kontribusi yang diberikan Qardhawi dalam
bidang fikih adalah bagaimana mencairkan kebekuan dan
kejumudan umat Islam dalam menghadapi perubahan zaman.
Menurutnya, salah satu penyebab kejumudan tersebut adalah
berhentinya kreatifitas umat dalam berijtihad yang merupakan
dapur utama bagi kemajuan mereka. Dari masa-ke masa
persoalan umat selalu berkembang baik dalam bidang sains dan
teknologi sedangkan jumlah ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi tetap
tak bertambah. Oleh karenanya diperlukan jalan ijtihad dalam
menjawab persoalan-persoalan tersebut.
Metode Ijtihad Qardhawi.
Qardhawi menegaskan bahwa tidak sepantasnya bagi
seorang yang berilmu, yang dikaruniai berbagai fasilitas akal
pikiran yang bias digunakan untuk mentarjih, yaitu memilih-milih
pendapat yang lebih relevan dan real untuk dijalankan, terikat
dengan suatu madzhab tertentu, tetapi seharusnya ia wajib
berpegang kepada dalil dan hujjah yang kuat dan sahih untuk
menjadi pegangannya.
Seorang muslim yang baik adalah orang yang selalu
berpegang kepada dalil yang benar dan hujjah yang kuat sebagai
parameter untuk dipedomani guna mengetahui yang haq. Dan
tidaklah layak baginya mengikuti suatu pendapat hanya karena
kemasyhurannya dan banyak pengikutnya.
Menurut Qardhawi ada dua pola pikir yang harus
dijauhkan dari masyarakat, baik masyarakat awam maupun
Al Qardhawi, Fatawa Muasirah (Bairut:Dar al Fikr 1991) j.2 h.99
sebagaimana dikutip Rif’an Syafruddin, Ijtihad Kontemporer dalam
Persfektif Yusuf Al Qardhawi, Tesis IAIN Antasari 2004 h.32
cendekiawan dan ulama. Pertama, berbagai pemahaman yang
merasuk kaum muslim di era penjajahan berupa
kesalahpahaman terhadap Islam, seperti memahami zuhud
dengan meninggalkan kehidupan dunia secara total, sehingga
dikuasai oleh orang-orang kafir, memahami keimanan terhadap
takdir sebagaimana yang dipahami oleh kaum jabariah,
memahami bahwa pintu ijtihad telah ditutup, akal berseberangan
dengan wahyu, menganggap perempuan sebagai perangkap
setan, memahami bahwa ayat-ayat Al Qur’an dapat digantung
untuk menjaga diri dari jin, berkah sunnah terletak pada
pembacaan Kitab Shahih Bukhari saat terjadi musibah,
memahami masalah wali dan karomah dengan pemahaman yang
bertentangan dengan sunnatullah, dan sebagainya. Masih
banyak lagi pemahaman lain yang menyebabkan kebekuan ilmu
dan pemikiran. Kedua, berbagai pemahaman yang menyerang
masyarakat bersamaan dengan serangan penjajah. Mereka
masuk dari pintu dan berjalan bersama rombongannya,
berlindung di belakangnya dan menjadikan mereka sebagai
kiblat dan imam.
metode yang dilakukan dalam mengambil keputusan
hukum, pada saat terjadinya pertentangan dilematis
antara maslahat dan mafsadat, atau antara kebaikan dan
keburukan. Menurutnya, sebuah kemudaratan kecil boleh
dilakukan untuk mendapatkan kemaslahatan yang lebih
besar, atau kerusakan temporer boleh dilakukan untuk
mempertahankan kemaslahatan yang kekal, bahkan
kerusakan besar pun dapat dipertahankan jika dengan
menghilangkannya akan menimbulkan kerusakan yang
lebih besar.
2. Fiqh Waqi’i (Fikih realitas), sebuah metode yang digunakan
untuk memahami realitas dan persoalan-persoalan yang
muncul di hadapan kita, sehingga kita dapat menerapkan
hukum sesuai tuntutan zaman.
3. Fiqh al-Aulawiyat (Fikih Prioritas), sebuah metode untuk
menyusun sebuah sistem dalam menilai sebuah pekerjaan,
mana yang seharusnya didahulukan atau diakhirkan. Salah
satunya adalah bagaimana mendahulukan ushul daripada
furu’, mendahulukan ikatan Islam dari ikatan lainnya, ilmu
pengetahuan sebelum beramal, kualitas daripada
kuantitas, agama daripada jiwa serta mendahulukan
tarbiyah sebelum berjihad.
4. Fiqh al-Maqashid al-Syari’ah, metode ini ditujukan
bagaimana memahami nash-nash syar’i yang juz’i dalam
konteks maqashid al-syari’ah dan mengikatkan sebuah
hukum dengan tujuan utama ditetapkannya hukum
tersebut, yaitu melindungi kemaslahatan bagi seluruh
manusia, baik dunia maupun akhirat.
5. Fiqh al-Taghyir (Fikih Perubahan), sebuah metode untuk
melakukan perubahan terhadap tatanan masyarakat yang
tidak Islami dan mendorong masyarakat untuk melakukan
perubahan.
Selain itu, kontribusi yang diberikan Qardhawi dalam
bidang fikih adalah bagaimana mencairkan kebekuan dan
kejumudan umat Islam dalam menghadapi perubahan zaman.
Menurutnya, salah satu penyebab kejumudan tersebut adalah
berhentinya kreatifitas umat dalam berijtihad yang merupakan
dapur utama bagi kemajuan mereka. Dari masa-ke masa
persoalan umat selalu berkembang baik dalam bidang sains dan
teknologi sedangkan jumlah ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi tetap
tak bertambah. Oleh karenanya diperlukan jalan ijtihad dalam
menjawab persoalan-persoalan tersebut.
Metode Ijtihad Qardhawi.
Qardhawi menegaskan bahwa tidak sepantasnya bagi
seorang yang berilmu, yang dikaruniai berbagai fasilitas akal
pikiran yang bias digunakan untuk mentarjih, yaitu memilih-milih
pendapat yang lebih relevan dan real untuk dijalankan, terikat
dengan suatu madzhab tertentu, tetapi seharusnya ia wajib
berpegang kepada dalil dan hujjah yang kuat dan sahih untuk
menjadi pegangannya.
Seorang muslim yang baik adalah orang yang selalu
berpegang kepada dalil yang benar dan hujjah yang kuat sebagai
parameter untuk dipedomani guna mengetahui yang haq. Dan
tidaklah layak baginya mengikuti suatu pendapat hanya karena
kemasyhurannya dan banyak pengikutnya.
Menurut Qardhawi ada dua pola pikir yang harus
dijauhkan dari masyarakat, baik masyarakat awam maupun
Al Qardhawi, Fatawa Muasirah (Bairut:Dar al Fikr 1991) j.2 h.99
sebagaimana dikutip Rif’an Syafruddin, Ijtihad Kontemporer dalam
Persfektif Yusuf Al Qardhawi, Tesis IAIN Antasari 2004 h.32
cendekiawan dan ulama. Pertama, berbagai pemahaman yang
merasuk kaum muslim di era penjajahan berupa
kesalahpahaman terhadap Islam, seperti memahami zuhud
dengan meninggalkan kehidupan dunia secara total, sehingga
dikuasai oleh orang-orang kafir, memahami keimanan terhadap
takdir sebagaimana yang dipahami oleh kaum jabariah,
memahami bahwa pintu ijtihad telah ditutup, akal berseberangan
dengan wahyu, menganggap perempuan sebagai perangkap
setan, memahami bahwa ayat-ayat Al Qur’an dapat digantung
untuk menjaga diri dari jin, berkah sunnah terletak pada
pembacaan Kitab Shahih Bukhari saat terjadi musibah,
memahami masalah wali dan karomah dengan pemahaman yang
bertentangan dengan sunnatullah, dan sebagainya. Masih
banyak lagi pemahaman lain yang menyebabkan kebekuan ilmu
dan pemikiran. Kedua, berbagai pemahaman yang menyerang
masyarakat bersamaan dengan serangan penjajah. Mereka
masuk dari pintu dan berjalan bersama rombongannya,
berlindung di belakangnya dan menjadikan mereka sebagai
kiblat dan imam.
0 komentar:
Posting Komentar