1) Hukumnya fardu ‘ain apabila:
– seseorang berhadapan dengan masalah hukum yang menyangkut dirinya pribadi ketika tidak ada tempat untuk bertanya baik menyangkut ibadah, muamalah, maupun keluarganya sendiri.
– Ijtihad pada masalah yang hukumnya telah jelas bagi yang bersangkutan, sedangkan di tempat tersebut tidak ada orang lain yang lebih mengerti masalah fikih dan agama.
2) Hukumnya fardu kifayah apabila:
– Seseorang meminta fatwa terhadap kasus yang terjadi, sedangkan saat itu ada beberapa orang yang dapat berijtihad.
– Ada permasalahan hukum yang dalam menganalisisnya diserahkan kepada beberapa orang pakar dalam berbagai bidang. Apabila salah satunya melakukan ijtihad maka gugurlah sudah kewajiban yang lain.
3) Dianjurkan (nadb) apabila:
– seorang ‘ālim yang berijtihad dalam rangka ingin mengetahui hukum permasalahan tertentu meskipun belum terjadi.
– Seorang mufti yang mengeluarkan fatwa meskipun ia tidak melihat adanya permasalahan mendesak saat itu.
– seseorang berhadapan dengan masalah hukum yang menyangkut dirinya pribadi ketika tidak ada tempat untuk bertanya baik menyangkut ibadah, muamalah, maupun keluarganya sendiri.
– Ijtihad pada masalah yang hukumnya telah jelas bagi yang bersangkutan, sedangkan di tempat tersebut tidak ada orang lain yang lebih mengerti masalah fikih dan agama.
2) Hukumnya fardu kifayah apabila:
– Seseorang meminta fatwa terhadap kasus yang terjadi, sedangkan saat itu ada beberapa orang yang dapat berijtihad.
– Ada permasalahan hukum yang dalam menganalisisnya diserahkan kepada beberapa orang pakar dalam berbagai bidang. Apabila salah satunya melakukan ijtihad maka gugurlah sudah kewajiban yang lain.
3) Dianjurkan (nadb) apabila:
– seorang ‘ālim yang berijtihad dalam rangka ingin mengetahui hukum permasalahan tertentu meskipun belum terjadi.
– Seorang mufti yang mengeluarkan fatwa meskipun ia tidak melihat adanya permasalahan mendesak saat itu.
0 komentar:
Posting Komentar